Kecamatan Prajekan berjarak 25 km dari Kota Bondowoso dan 15 km dari Kota Situbondo. Di sebuah desa yang tidak jauh dari kantor kecamatan Prajekan, tepatnya di Desa Prajekan Lor tedapat masjid yang dibangun tahun 1830. Tahun yang tercatat sebagai tahun terakhir Perang Jawa yaitu perlawanan Pangeran Diponegoro.
Masjid ini berada persis di pinggir jalan utama Kota Situbondo-Kota Bondowoso. Pada gang batas antara desa Prajekan Lor (berada di utara) dengan Prajekan Kidul (berada di selatan).
Waktu saya pertama kali ke desa ini tahun 2003 dan bertemu dengan emak bloger terkeren Widyanti Yuliandari, kondisi masjid ini kurang terawat. Dinding yang kusam, sebagian eternetnya rusak, sumur kotor dan tempat wudhu yang menjadi tempat penyimpanan berbagai barang seperti kayu.
Masjid Bersejarah
Masjid yang dibangun dalam kurun lebih dari 100 tahun sebelum Indonesia merdeka menisbatkan bahwa masjid kuno ini adalah masjid yang bersejarah. Menjadi masjid yang pertama kali dibangun di wilayah Prajekan. Ada bagian masjid yang juga berfungsi sebagai kantor urusan agama. Menurut cerita, Prajekan ini menjadi pusat ekonomi dan pemerintahan bagi kota Bondowoso bagian utara.
Menurut cerita Widyanti Yuliandari, dulu semasa ia kecil, saat bulan ramadhan, sholat tarawih dilakukan di masjid ini. Beragam makanan khas diberikan sebagai takjil.Neneknya yang merupakan istri dari putra pendiri masjid akan sangat sibuk saat bulan suci ramadhan .

Bangunan dan Renovasi
Saya pribadi tertarik dengan arsitektur bangunan kuno, termasuk masjid kuno ini. Karenanya, saat main ke tempat emak bloger sekaligus penulis buku terkeren itu, selalu menyempatkan main ke masjid kuno ini. Apalagi masjid dengan luas lebih dari 100 meter ini berada di pekarangan keluarga besar Widyanti Yuliandari.
Sekira 3 tahun lalu, keluarga besar dari pendiri Masjid Kuno tersebut melakukan renovasi tanpa menghilangkan bangunan asli masjid. Kekhasan masjid dipertahankan karena kekhasan sebagai bangunan bersejarah itulah yang menjadi nilai lebih dan daya tarik. Masjid kuno ini sudah menjadi bagian cagar budaya di desa prajekan. Termasuk juga bangunan-bangunan kuno lain yang bertebaran di desa wisata ini.

Pada bagian tempat wudhu, batu bata ukuran besar diekspose untuk memperlihatkan keunikan batu-bata jaman baheula yang berukuran besar dan kokoh.Demikian halnya dengan sumur dengan bambu panjang sebagai alat untuk mengambil airnya. Metodenya seperti pengungkit. Ujung bambu ditarik ke bawah, dan bagian bambu yang terhubung dengan ember di dalam sumur akan terangkat beserta airnya.
Alat untuk mengambil air dari sumur ini sengaja dibuat lagi setelah sebelumnya rusak. Harapannya, ke-kuno-an masjid ini menjadi utuh. Sumur dengan kedalaman sekira 6 m juga dibersihkan.

Tembok masjid kuno, termasuk bangunan kuno lainnya di Prajekan, berukuran tebal dibandingkan ketebalan tembok bangunan sekarang. Selain tebal (sebagai konsekuensi dari batu bata yang berukuran jumbo), pasangan tembok pada sudut dan pilarnya tidak menggunkan besi.
Uniknya, pada saat membongkar bagian atap masjid, tembok bagian bawah tidak ada yang rusak. Bangunan masjid berusia lebih dari 150 tahun ini ternyata kokoh.
Ke-kuno-an masjid inilah yang menjadi daya tarik bagi saya untuk sekedar menikmati bangunan tempo doeloe. Menikmati profil lekukannya, kayu jatinya meski dalam balutan cat dan guratan batu bata kuno yang betul-betul keras .




Pitutelu adalah blog yang dikelola oleh Arundaya Taufiq, seorang ayah dari 2 orang anak kelas 8. Arundaya Taufiq juga mengelola enviro-pedia.com dan beberapa blog lainnya.