Batu raksasa berwarna abu-abu kehitaman memanjang sekira 100 meter. Ada aliran air membelahnya. Dari kejauhan, keberadaannya mencolok. Bagaimana tidak? Di tengah hamparan sawah hijau kekuningan dengan saluran irigasi yang berkelak-belok, batu raksasa ini berdiri.
Lokasi batu ini berada di desa Glingseran, Kecamatan Wringin, Kabupaten Bondowoso yang kemudian menjadi area sentral desa wisata Rengganis. Saya tahu informasi desa wisata di kecamatan yang berada di arah barat laut dari pusat kota Bondowoso ini dari pencarian di google.
Dua tahun lalu, Asa dan Raniah begitu semangat bila diajak jalan-jalan. Kami biasa menentukan pada pekan ini akan kemana. Lalu kami membuat jadwal kunjungan ke tempat-tempat ini. Desa wisata Taman Rengganis menjadi salah satu pilihan. Dan hari sabtu yang cerah itu, kami berangkat ke sana berbekal google map jam 8 pagi lebih.

Salah Jalan Masuk ke Lokasi
Berbekal google map kamipun berangkat. Saya membawa ransel dengan bekal cukup berupa roti, kue dan air minum. Hampir 40 menit perjalanan dari rumah, tiba di pasar Kecamatan Wringin. Berhenti sejenak di masjid besar, minum dan makan kue. Tidak lupa melihat google map lagi.
Beberapa ratus meter dari pasar, kami berbelok ke arah kiri atau arah barat. Ada jalan besar beraspal. Jalan inilah yang kami ikuti. Sedangkan jalan lurus, mengikuti jalan besar dari pasar, ini jalan yang menuju ke arah Kecamatan Besuki_Situbondo. Jalan utama Bondowoso ke Surabaya.
Berulang kali melihat google map Beberapa kali mengikuti jalan berkelok bahkan ada jalan berbatu-batu, kami belum sampai jua ke desa wisata Taman Rengganis ini.
Saat mengikuti jalan berbatu dan hanya bisa dilewati sepeda motor, saya berkesimpulan, bahwa kami ini salaj jalur. Tidak mungkin desa wisata yang cukup terkenal ini hanya bisa dilewati oleh sepeda motor saja. Saat inilah saya bertanya ke penduduk yang kami temui.
“Itu pak, desa Rengganis” tunjuknya pada sebuah daerah sejauh mata memandang yang dibatasi sawah dan pepohonan dari kami. Ternyata jauh. Lebih dari 1 kilometer tempat kami berada. Sudah kepalang basah,daripada menempuh jalan memutar, dari saran bapak ini, kendaraan kami lebih baik dititipkan ke penduduk, lalu jalan kaki.
Kami-pun menuruti saran ini.

Melewati Sawah dengan Saluran Irigasi
Hari beranjak siang, mendekati jam 10 siang. Sudah lebih dari 1 jam waktu yang ditempuh sejak dari rumah.
Kami menuju rumah paling ujung searah desa wisata Rengganis dari jalan setapak berbatu ini. Di rumah ini, kami menitipkan kendaraan, setelah berbasa basi sebentar. Ternyata ada jalan setapak yang sudah dipaving dan jalan ini buntu.
Menyusuri jalan ini, ada jalan turun, melewati pepohonan, dan tiba-lah di saluran irigasi. Raniah lebih dulu menyebari jembatan bambu, menyusul saya dan Asa. Dari jembatan ini, kami bisa melihat taman Rengganis. Baca juga: Menyusuri sungai di lembah gunung Piramid Bondowoso.

Setelah menyusuri pinggiran saluran irigasi, yang terawat baik, kami tiba di sebarang. Lalu turun ke sawah dan turun lagi melewati saluran air yang tepat berada di area Taman rengganis.
Ada yang menarik ketika kami melangkah ke sawah, yaitu pemandangan keberadaan batu-batu besar di tengah area sawah, dan semakin banyak setelah berada di area desa wisata ini.

Hamparan Batu Raksasa
Bisa dibilang kami memasuki area wisata melalui pintu belakang. Jadi tidak melewati loket :D. Di area wisata pemandangan yang tampak adalah beberapa gazebo dengan cat warna-warni yang dibangun di atas batu berukuran besar dan mendatar. Sejauh mata memandang sejauh sekira 100 meteran, batu ini menjadi area pusat dari desa wisata Taman Rengganis ini.
Ada beberapa orang yang sudah berada di sini. Beberapa diantaranya pelajar karena memakai baju seragam. Harusnya, jam segini masih jam sekolah. Kok, mereka sudah ada di sini?

Salah satu dari mereka, saya minta tolong untuk memotret kami bertiga. Setelah beberapa kali take action, kami dapatkan foto yang lumayanlah. Dikatakan lumayan karena biasanya Asa dan Raniah susah diajak foto dengan posisi mengadap kamera. Foto di atas bagian batu yang menonjol.
Di tengah bagian batu ini, pengelola Taman Rengganis membuatkan kolam renang yang tidak begitu besar. Diisi air yang tidak jernih, kolam ini menjadi bagian yang mencolok. Beberapa anak mandi dan berenang di dalamnya.

Sedikit out of topic (OOT), ternyata kolam renang menjadi bagian tidak terpisahkan dari obyek wisata yang dikelola desa. Ada tetangga yang berprofesi sebagai arsitek sekaligus kontraktor bercerita bahwa beberapa desa di kota Bondowoso ini minta dibuatkan kolam renang menggunakan dana desa sebagai bagian dari program desa wisata. Beruntung di kota ini air begitu mudah.
Melewati kolam renang ini, kami berjalan ke arah barat masih dalam area yang berbatu.
Jembatan Sulaiman
Melewati kolam renang, kami berjalan menyusuri saluran irigasi ke arah barat. Sejarak 200 meter dari kolam renang, kami menjumpai jembatan menuju sebuah air terjun dengan aliran air yang melewati hamparan batu besar dari Taman Rengganis dan saluran irigasi yang pertama kali kami lihat. Suara air terjun terdengar dari jarak beberapa puluh meter.
Sayangnya, waktu itu yakni pada kunjungan pertama, jembatan yang hendak kami lalui ternyata rusak. Dengan berjalan hati-hati, saya memandu Asa dan Raniah melewati jembatan itu. Dari seberang jembatan, kami bisa melihat lebih jelas kondisi air terjun Sulaiman ini.

Menghampar di bawah air terjun setinggi 20-an meter, dalam rentang sejauh mata memandang, deretan pepohonan. Suara air terjun terdengar lebih jauh jika kita ada di bawah dan cekungan sungai kecil ini. Aliran airnya tidak terlihat lagi, bersembunyi dalam lekukan kontur badan sungai. Baca juga: Hulu sungai adalah muara peradaban.
Di atas sungai ini, terlihat bertingkat sawah menghampar hijau dan saung tempat istirahat petani. Saya membayangkan, sungguh asyik bila duduk-duduk di saung itu sambil memandangi sawah dan mendengar sayup-sayup suara air terjun. Menjadi tempat rehat sejenak dari keriuhan di kota sana
Taman Rengganis perlu banget untuk dikunjungi lagi. (Bersambung pada tulisan kunjungan kedua)

Pitutelu adalah blog yang dikelola oleh Arundaya Taufiq, seorang ayah dari 2 orang anak kelas 8. Arundaya Taufiq juga mengelola enviro-pedia.com dan beberapa blog lainnya.